BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Dasar Teori
1.
Komunikasi
a.
Defenisi Komunikasi
Komunikasi
adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain.
Komunikasi merupakan proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan
non-verbal dari informasi dan ide. Dalam ilmu keperawatan, komunikasi merupakan
hal yang sangat penting, yang digunakan untuk menetapkan hubungan terapeutik
antara perawat dan klien (Potter & Perry, 2005).
b.
Tingkatan Komunikasi
Tingkatan
komunikasi menurut Potter & Perry (2005)
ada 3 tingkatan yaitu :
1.
Komunikasi intrapersonal
Komunikasi ini terjadi di dalam diri
individu, merupakan model bicara seorang diri atau dialog internal yang terjadi
secara konstan dan tanpa disadari. Tujuan dari komunikasi intrapersonal adalah
kesadaran diri yang mempengaruhi konsep diri dan perasaan dihargai.
2.
Komunikasi interpersonal
Komunikasi
interpersonal adalah interaksi antara dua orang atau di dalam kelompok.
Komunikasi tingkat ini, merupakan jenis komunikasi yang sering digunakan dalam
situasi keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat dapat menimbulkan
terjadinya pemecahan masalah, berbagi ide, pengambilan keputusan dan
perkembangan pribadi.
3.
Komunikasi Publik
Komunikasi publik adalah interaksi dengan sekumpulan
orang dalam jumlah besar.
Komunikasi
merupakan suatu proses, dimana proses ini memungkinkan seseorang untuk mengirimkan atau
menyampaikan suatu pesan mengenai
kepribadian atau gerakan tubuh tanpa menyadarinya. Ketika komunikasi
berlangsung, orang tersebut mungkin sadar dan mungkin juga tidak sadar akan
setiap elemen dalam komunikasi.
c.
Elemen Dalam Komunikasi
Elemen-elemen dalam komunikasi menurut
Potter & Perry (2005) meliputi :
1.
Referen
Referen
atau yang lebih dikenal dengan stimulus akan memotivasi seseorang untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Referen ini dapat berupa objek, pengalaman,
emosi, ide atau tindakan.
2.
Pengirim
Pengirim atau encoder adalah orang yang memprakarsai pesan atau komunikasi interpersonal.
Pengirim menempatkan referen pada suatu bentuk yang dapat ditransmisikan dan
melaksanakan tanggung jawab untuk ketepatan isi dan nada emosional pesan
tersebut.
3.
Pesan
Pesan adalah informasi yang dikirimkan
atau diekspresikan oleh pengirim. Pesan yang paling efektif harus jelas dan terorganisasi serta
diekspresikan dengan cara yang dikenal baik oleh orang yang menerimanya. Pesan mungkin
terdiri dari simbol bahasa verbal dan non-verbal. Sayangnya, tidak semua simbol
(bahasa non-verbal) memiliki makna yang universal. Oleh karena itu kesulitan
dalam komunikasi mungkin terjadi pada pesan tersebut jika pengirim tidak
waspada terhadap faktor ini dan tidak mencoba untuk menjelaskan.
4.
Saluran
Pesan dikirim melalui saluran
komunikasi. Saluran bermaksud untuk membawa pesan, seperti melalui sarana
visual, pendengaran dan taktil. Ekspresi wajah pengirim secara visual menyampaikan
pesan. Kata-kata yang diucapkan tersampaikan melalui saluran pendengaran.
Meletakkan tangan pada individu pada waktu berkomunikasi menggunakan saluran
sentuhan. Semakin sering perawat melakukan sentuhan terhadap klien maka semakin
baik pemahaman klien terhadap perawat tersebut.
5.
Penerima
Penerima juga disebut dengan decoder, adalah orang yang menerima
pesan yang dikirimkan. Supaya komunikasi dapat berjalan dengan efektif,
penerima harus merasa atau mewaspadai pesan tersebut. Pesan dari pengirim
kemudian bertindak sebagai salah satu penerima referen dan mengharuskan
penerima secara tepat membaca sandi dan merespon pesan pengirim. Idealnya,
keinginan pengirim diterima oleh penerima. Semakin banyak kesamaan antara
pengirim dan penerima, maka semakin besar kemungkinan bahwa makna yang di
sampaikan akan tersampaikan.
6.
Respon
Komunikasi adalah proses yang terus
menerus. Penerima membalas mengirimkan pesan kepada pengirim. Respon ini
membantu untuk mengungkapkan apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan.
Tujuan dari komunikasi bukan hanya untuk meyakinkan bahwa pesan tersebut telah
diterima dengan akurat. Respon verbal dan non verbal dari penerima mengirimkan
respon kepada pengirim menunjukan pemahaman penerima tentang pesan tersebut.
Dalam hubungan komunikasi tersebut diperlukan saling terbuka untuk menyampaikan
suatu masalah agar hubungan perawat dan klien menjadi lebih baik.
d.
Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi
Faktor yang mempengaruhi komunikasi menurut
Potter & Perry (2005) terdiri dari:
1.
Perkembangan
Sebagian besar anak-anak lahir dengan mekanisme
fisik dan kapasitas untuk mengembangkan kemampuan berbicara dan bahasa. Anak
dengan kegagalan perkembangan seperti paralisis serebral, autisme dan sindroma Down akan memiliki tingkat kapasitas
yang berbeda untuk mengembangkan kemampuan berbicara dan berbahasa. Tingkat
perkembangan berbicara bervariasi dan secara langsung berhubungan dengan perkembangan
neurologi dan intelektual (Whaley & Wong, 1995).
Untuk dapat berkomunikasi secara efektif
dengan anak-anak, perawat harus memahami pengaruh perkembangan bahasa dan
proses berpikir. Keduanya akan mempengaruhi cara anak berkomunikasi dan cara
bagaimana perawat dapat berinteraksi secara sukses dengan mereka.
2.
Persepsi
Setiap
orang merasakan, menginterpretasikan dan memahami kejadian secara berbeda.
Persepsi adalah pandangan pribadi atas apa yang terjadi. Persepsi terbentuk
oleh apa yang diharapkan dan pengalaman. Perbedaan persepsi antar individu
dapat menjadi kendala dalam berkomunikasi.
3.
Nilai
Nilai
adalah standar yang mempengaruhi tingkahlaku. Nilai adalah apa yang dianggap
penting dalam hidup seseorang dan pengaruh dari ekspresi pemikiran dan ide,
sehingga nilai mempengaruhi interpretasi pesan.
Beberapa nilai mungkin
diketahui dengan mudah dan tanpa konflik sedangkan yang lainnya mungkin
mengarah pada konflik tingkat tinggi dan sulit untuk diartikulasikan.
4.
Emosi
Emosi
adalah perasaan subjektif seseorang mengenai peristiwa tertentu. Cara
seseorang bersosialisasi atau berkomunikasi dengan orang lain dipengaruhi oleh
emosi. Emosi mempengaruhi kemampuan untuk menerima pesan dengan sukses.
5.
Latar Belakang Sosio Kultural
Budaya adalah
jumlah total dari mempelajari cara berbuat, berfikir, dan merasakan. Bahasa,
pembawaan, nilai dan gerakan tubuh merefleksikan asal budaya.
6.
Gender
Perbedaan
jenis kelamin mempengaruhi proses komunikasi, dimana pria dan wanita memiliki
gaya komunikasi yang berbeda dan satu sama lain saling mempengaruhi proses
komunikasi secara unik.
7.
Pengetahuan
Komunikasi
dapat menjadi sulit ketika orang yang berkomunikasi memiliki tingkat
pengetahuan yang berbeda. Pesan akan menjadi tidak jelas jika kata-kata dan
ungkapan yang digunakan tidak dikenal oleh pendengar.
8.
Peran dan Hubungan
Individu
berkomunikasi dalam tatanan yang tepat menurut hubungan dan peran mereka.
Perawat mungkin merasa nyaman ketika berkomunikasi dengan rekan sejawat, namun
komunikasi dengan klien yang memasuki klinik untuk pertama kalinya membutuhkan
peran yang berbeda. Komunikasi akan menjadi lebih efektif ketika
masing-masing pihak tetap waspada tentang peran mereka dalam suatu hubungan.
9.
Lingkungan
Orang
cenderung dapat berkomunikasi dengan baik dalam lingkungan yang nyaman. Kebisingan
dan kurangnya kebebasan dalam suatu lingkungan dapat mengakibatkan seseorang
kebingungan, ketegangan, atau ketidaknyamanan.
10. Ruang
dan Teritorial
Teritorial
menetapkan makna dari hak seseorang pada suatu area dan sekitarnya. Teritorial
sangat penting karena membuat orang merasa memiliki identitas, keamanan, dan
kontrol. Dengan kata lain, seseorang merasa terancam ketika orang lain memasuki
daerah teritorialnya karena hal tersebut mengganggu homeostasis psikologis,
menimbulkan kecemasan, dan menyebabkan timbulnya perasaan kehilangan kontrol.
Dalam interaksi, orang
secara sadar mempertahankan jarak antar mereka sendiri.
2. Komunikasi
Terapeutik
a.
Defenisi Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik mengembangkan hubungan interpersonal
antara klien dan perawat. Proses ini meliputi kemampuan khusus, karena perawat
harus memperhatikan pada berbagai interaksi dan tingkah laku non-verbal
(Potter & Perry, 2005), sedangkan menurut Nasir A dkk (2011) komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan perwat dengan pasien atau
perawat dengan keluarga pasien yang didasari oleh hubungan saling percaya yang
di dalam komunikasi tersebut terdapat seni penyembuhan.
b.
Teknik Komunikasi Terapeutik
Macam-macam
teknik komunikasi terapeutik menurut Nasir A dkk (2011):
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Mendengarkan
keluhan dengan penuh perhatian akan
menciptakan kondisi keterlibatan emosional yang maksimal dalam situasi hubungan
interpersonal antara klien (keluarga pasien) dengan perawat ( Nasir A dkk,
2011). Menurut Varcarolis cit Nurjannah
I (2010), dengan mendengarkan akan menciptakan situasi interpersonal dalam
keterlibatan maksimal yang dianggap aman dan membuat klien (keluarga pasien)
bebas.
Untuk
menjadi pendengar yang perhatian, perawat menggunakan kemampuan di
bawah ini
(Potter & Perry, 2005:
a) Hadapi klien ketika mereka bicara
b) Pertahankan kontak mata yang alamiah untuk menunjukan keinginan untuk mendengar
c) Mengambil postur yang menunjukkan menyimak.
Hindari menyilangkan kaki
dan tangan karena ini menunjukan postur yang defensif.
d) Hindari gerakan tubuh yang mengganggu seperti meremas
tangan, mengetukkan kaki atau bermain-main dengan sebuah benda di tangan.
e) Mengangguk untuk mengakui ketika klien berbicara tentang
hal penting atau mencari persetujuan.
f) Condong kepembicaraan untuk menunjukan keterlibatan.
2. Menunjukan Penerimaan
Penerimaan adalah
mendukung dan menerima informasi dan tingkah laku yang menunjukan ketertarikan
dan tidak menilai. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain
tanpa menunjukan keraguan atau tidak setuju (Nurjannah I, 2001).
Perawat tidak perlu
menampakan penolakan maupun keraguan terhadap apa yang disampaikan oleh
keluarga pasien yang mambuat keluarga pasien merasa tidak bebas dalam
mengutarakannya. Semua ide dan perasaan yang disampaikan oleh keluarga pasien
ditampung oleh perawat, kemuadian diverifikasi dan divalidasi. Dalam hal ini,
sebaiknya tidak ada unsur menilai, berdebat apalagi mengkritik apa yang disampaikan oleh keluarga pasien
(Nasir A dkk, 2011).
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan
pertanyaan terbuka
Tujuan perawat bertanya
dengan pertanyaan terbuka adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai kondisi nyata dari keluarga pasien. Diharapkan keluarga pasien mempunyai
inisiatif membuka diri dengan menyeleksi topik yang akan dibicarakan secara
berurutan dan sistematis penyebab keluarga pasien datang ke tempat pelayanan
kesehatan (Nasir A dkk, 2011).
Mengajukan pertanyaan terbuka pada klien akan mendorong perawat mengkaji
beberapa faktor.
Respon verbal dan non-verbal klien dapat menunjukan emosi
(Potter & Perry, 2005).
4. Mengulang
ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri (Parafrase)
Parafase adalah mengulang pesan klien dengan kata-kata perawat sendiri.
Umumnya pertanyaan yang diparafrasekan menggunakan kata-kata yang lebih sedikit
dari pertanyaan yang asli (Potter & Perry, 2005). Tujuan dari pengulangan pikiran utama
adalah memberikan penguatan dan memperjelas pada pokok bahasan yang telah disampaikan oleh keluarga pasien
sebagai umpan balik sehingga keluarga pasien mengetahui bahwa pesannya
dimengerti dan diperhatikan serta mengharapkan komunikasi bisa berlanjut (Nasir
A dkk, 2011).
5. Klarifikasi
Klarifikasi adalah cara
untuk memperbaiki atau meluruskan apabila ada kata-kata, pengertian, maksud,
dan ruang lingkup pembicaraan yang kurang benar. Suryani (2005) berpendapat
bahwa klarifikasi (clarification)
adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta
klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya.
Menurut Nurjanah, I
(2001), klarifikasi dilakukan apabila pesan yang disampaikan oleh klien belum
jelas bagi perawat dan perawat mencoba memahami situasi yang digambarkan klien.
6. Memfokuskan
Memfokuskan merupakan
metode yang dilakukan untuk memusatkan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan
mudah dimengerti. Materi yang akan didiskusikan mengerucut pada salah satu
masalah saja, yang terpenting disini adalah konsisten, dan kontinyu atau
berkesinambungan, serta tidak menyimpang dari topik pembicaraan dan tujuan
komunikaasi. Suara yang terdapat di sekeliling kita sering menjadi penyebab
pembicaraan menjadi tidak terfokus karena menjadi pemutusan terhadap alur
pembicaraan (Nasir A dkk, 2011).
7. Menyampaikan
hasil observasi
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada pasien dengan
menyatakan hasil pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima
dengan benar. Penyampaian hasil pengamatan kepada pasien diharapkan dapat
mengubah perilaku yang merusak pada diri pasien (Nasir A dkk, 2011).
8. Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan
penghayatan yang lebih baik bagi pasien terhadap keadaannya. Memberikan tambahan informasi
merupakan pendidikan kesehatan bagi pasien. Untuk itu perawat harus mampu
menguasai ilmu pengetahuan yang memadai tentang masalah yang dihadapi pasien.
9. Diam
Diam yang dilakukan
oleh perawat terhadap keluarga pasien bertujuan untuk menunggu respon keluarga
pasien untuk mengungkapkan perasaannya (Nasir A dkk, 2011). Diam memungkinkan
keluarga pasien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir
pikirannya, dan memproses informasi (Nurjannah I, 2001).
10. Meringkas
Meringkas merupakan
pengulangan ide utama yang telahdikomunikasikan secara singkat yang bertujuan
meningkatkan pemahaman.
Meringkas juga dapat diartikan sebagai kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi
agar sama dengan ide dalam pikiran (Nasir A dkk, 2011).
11. Memberi
penguatan
Tujuan dari pemberian
penguatan terhadap keluarga pasien adalah untuk meningkatkan motivasi kepada
keluarga pasien untuk berbuat yang lebih baik lagi. Sehingga dapat dikatakan
bahwa pemberian penguatan merupakan bentuk dorongan kepada keluarga pasien agar
mampu memacu semangat dalam penerimaan diri untuk berbuat dan berprilaku yang
lebih baik lagi ( Nasir A dkk, 2011).
12.
Menawarkan diri
Menawarkan diri
merupakan kegiatan memberikan respon agar seseorang menyadari bahwa
perlakuannya dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
13.
Memberi kesempatan untuk memulai
pembicaraan
Memberi kesempatan
kepada keluarga pasien agar berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
14.
Menganjurkan untuk meneruskan
pembicaraan
Teknik ini menganjurkan
keluarga pasien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang
mengindikasikan bahwa keluarga pasien sedang mengikuti apa yang sedang di
bicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya.
15.
Menganjurkan keluarga pasien untuk
menguraikan persepsinya
Langkah ini digunakan
untuk membantu keluarga pasien dalam menguraikan persepsinya dengan tenang dan
bebas tanpa merasa ada sesuatu yang di pendam.
16.
Refleksi
Refleksi menganjurkan
keluarga pasien untuk mengemukakan dan menerima ide serta perasaannya sebagai
bagian dari dirinya sendiri. Teknik refleksi yang dilakukan perawat bukan untuk
menilai pikiran dan perasaan keluarga pasien, akan tetapi perawat mengembalikan
lagi pikiran dan perasaan yang merupakan bagian dari dirinya sendiri sehingga
keluarga pasien mencoba untuk menilai lagi pikiran dan perasaan yang telah ada
sebagai upaya untuk mengevaluasi dan menimbang-nimbang keputusan yang akan
diambil ( Nasir A dkk, 2011).
c.
Kendala Dalam Komunikasi Terapeutik
Dalam
melakukan komunikasi antara perawat dengan klien ataupun perawat dengan
keluarga ada beberapa kendala
yaitu:
1.
Pemberian
Pendapat
Dengan
memberikan pendapat akan membutuhkan pengambilan keputusan yang dilakukan jauh
dari klien. Hal ini menghalangi spontanitas, memperlambat pemecahan masalah,
dan menyebabkan keraguan. Sering kali klien hanya membutuhkan kesempatan untuk
menunjukan perasaannya. Pemberian pendapat akan menghalangi pasien
mengembangkan solusi untuk memecahkan masalah (Potter &
Perry, 2005).
2.
Memberikan
Penentraman Semu
Penentraman
yang tulus dan dapat dipercaya sangat penting dan dapat membantu menetapkan
harga diri dan harapan klien. Menurut Bradley dan Edinberg (1990) cit Potter dan Perry (2005) telah mengidentifikasi enam kondisi dasar
dimana penentraman secara
verbal dapat diberikan, klien dapat diyakinkan bahwa:
1) Masih ada harapan
2) Perawat selalu mendengarkan
3) Pengobatan tersedia
4) Perubahan tertentu yang tidak diinginkan dapat terjadi
5) Klien akan diperlakukan sebagai individu
6) Masalah klien telah dipahami
3.
Bersikap
Defensif
Defensif
adalah respon untuk mengkritik, untuk menunjukan bahwa klien tidak memiliki hak
untuk memberikan opini. Ketika perawat menjadi defensif, apa yang menjadi
kekhawatiran klien sering kali terabaikan (Potter & Perry,
2005).
4.
Menunjukan
Persetujuan atau Ketidaksetujuan
Menunjukan
persetujuan yang berlebihan dapat berbahaya untuk hubungan klien dan perawat,
sama seperti menunjukan ketidak setujuan. Memberikan pujian yang berlebihan menunjukan
bahwa tingkah laku yang di puji adalah satu-satunya yang dapat diterima. Sering
kali klien berbagi keputusan dengan perawat, tidak dalam usaha untuk mencari persetujuan
tetapi untuk mencari cara untuk mendiskusikan perasaan
(Potter & Perry, 2005).
5.
Stereotip
Setiap orang
memiliki ciri khas. Namun respon sterotip menghalangi keunikan dan secara
berlebihan menyederhanakan situasi. Sterotip adalah kepercayaan umum mengenai
orang. Penggunaan sterotip menghalangi komunikasi dan dapat menghalangi
hubungan antara klien dan perawat (Potter & Perry,
2005).
6.
Bertanya
Mengapa
Ketika
orang tidak setuju atau tidak dapat memahami orang lain, mereka cenderung
bertanya mengapa orang lain percaya atau bertindak sseperti itu. Pertanyaan
“mengapa” dapat menyebabkan kebencian , rasa tidak aman, dan tidak percaya
(Potter & Perry, 2005).
7.
Mengubah
Subjek Pembicaraan Secara Tidak Tepat
Perawat
mungkin dengan tidak hati-hati menghentikan klien ketika membicarakan subjek
yang penting dengan mengganti subjek. Menginterupsi pembicaraan dengan kasar sangat
tidak sopan dan menunjukan kurangnya rasa empati.
Mengubah
subjek menghalangi kemajuan dalam komunikasi terapeutik. Pemikiran dan
spontanitas klien menjadi terganggu, ide-idenya menjadi kusut dan sebagai
akibatnya informasi yang tersedia menjadi tidak adekuat
(Potter and Perry, 2005).
d.
Dimensi Hubungan Yang Membantu
Komunikasi Terapeutik
Menurut
Potter and Perry (2005), dimensi hubungan yang membantu komunikasi terapeutik
meliputi :
1.
Rasa Percaya
Rasa percaya dapat didefenisikan sebagai
kepercayaan bahwa orang lain akan memberi bantuan ketika membutuhkan dan
tertekan. Rasa percaya akan membentuk hubungan komunikasi terapeutik yang
terbuka. Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi pasien untuk mempercayai
perawat.
Untuk meningkatkan rasa percaya perawat
harus meningkatkan rasa percaya, bertindak secara konsisten, dapat dipercaya
dan kompeten. Kejujuran dalam memberikan informasi kepada klien juga dapat
membantu terciptanya rasa percaya. Tanpa rasa percaya, hubungan perawat antara
perawat dengan klien tidak akan memiliki kemajuan lebih dari interaksi sosial
dan hanya untuk memenuhi kebutuhan superfisial.
2. Empati
Empati
telah diterima secara luas sebagai komponen klinis dalam hubungna yang
membantu. Definisi empati merefleksikan pengaruh psikoterapis. Empati adalah
kemampuan untuk mencoba memahami dan memasuki kerangka referensi klien, menurut
Haber et al (1994) dalam Potter dan Perry (2005).
Empati
adalah merasakan, memahami dan membagi kerangka referensi klien, dimulai dengan
masalah yang dihadapi klien. Sangat adil, sensitif, dan objektif untuk melihat
pengalaman yang dimiliki orang lain.
Empati
membantu klien untuk menjelaskan dan mengkaji perasaan mereka sehingga
pemecahan masalah dapat terjadi.
3.
Perhatian
Perhatian
adalah memiliki penghargaan positif terhadap orang lain, merupakan dasar untuk
hubungan yang membantu. Sebagia besar klien secara langsung ataupun tidak
langsung menunjukan keinginan untuk diperhatikan pada waktu tertentu. Perawat
menunjukan perhatian dengan menerima perhatian klien sebagaimana mereka adanya
dan menghargai mereka sebagai individu. Ketika klien merasa diperhatikan,
mereka merasa aman dari ancaman atau situasi yang menyebabkan kecemasan.
Perhatian juga meningkatkan rasa percaya dan mengurangi kecemasan. Penghilangan
kecemasan dan stres akan meningkatkan daya tahan tubuh dan membantu
penyembuhan.
4.
Autonomi dan Mutualitas
Autonomi
adalah kemampuan untuk mengontrol diri. Mutualitas meliputi perasaan untuk
berbagi dengan sesame. Keduanya sangat penting dalam hubungan yang saling
membantu. Perawat an klien bekerja sebagai tim yang ikut serta dalam
keperawatan. Perawat menawarkan kesempatan untuk mengambil keputusan, sekalipun
untuk hal-hal yang sangat sepele. Ketika klien menjadi lebih mandiri Perawat
menawarkan lebih banyak kesempatan untuk mengambil keputusan. Perawat juga
bertindak sebagai penasehat untuk memberi tahu klien tentang alternatif perawatan kesehatan dan untuk memberikan dukungan dalam pengambilan
keputusan.
e.
Tahapan Komunikasi Terapeutik
Dalam komunikasi terapeutik terdapat
beberapa tahapan menurut Nasir A dkk (2011) yaitu:
1.
Prainteraksi
Tahap ini disebut juga tahap apersepsi
dimana perawat menggali lebih dahulu kemampuan yang dimiliki sebelum
berhubungan dengan keluarga pasien (Nasir A dkk, 2011). Proses ini membantu
menghindari terjadinya stereotip pada keluarga klien dan membantu perawat untuk
berpikir mengenai nilai atau perasaan pribadi (Potter & Perry, 2005).
2.
Orientasi
Pada tahap orientasi perawat menggali
keluhan-keluhan yang dirasakan oleh keluarga pasien dan memvalidasinya. Sehingga perawat dituntut memiliki keahlian
yang tinggi dalam menstimulasi keluarga pasien agar mampu mengungkapkan keluhan
yang dirasakan secara lengkap dan sistematis serta objektif (Nasir A dkk,
2011).
3.
Kerja
Pada tahap ini, perawat berupaya untuk mencapai tujuan selama
fase orientasi. Perawat dan keluarga pasien bekerja bersama. Hubungan
berkembang dan menjadi lebih fleksibel ketika keluarga pasien dan perawat
memiliki keinginan untuk berbagi perasaan dan mendiskusikan masalah. Jika fase
bekerja berhasil, keluarga pasien dapat bertindak berdasarkan ide dan perasaan
(Potter & Perry, 2005).
Pada tahap ini pula perawat berperan untuk
mengatasi kecemasan keluarga pasien (Nasir A dkk, 2011).
4.
Terminasi
Selama fase orientasi, perawat
mengatakan pada keluarga klien kapan ia memperkirakan berakhirnya hubungan.
Ketika pemutusan terjadi, keluarga pasien tidak seharusnya terkejut. Dengan
tetap memperhitungkan keberhasilan hubungan, keluarga pasien harus siap untuk berfungsi
secara efektif tanpa dukungan perawat (Potter & Perry, 2005).
3. Kecemasan
a.
Pengertian Cemas
Cemas adalah perasaan
takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas,
individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan
ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam
tersebut terjadi (Murwani, 2008). Sedangkan menurut Stuart (2007), ansietas
adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Tidak
ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus cemas.
Cemas adalah gangguan alam perasaan (affective)
yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian
utuh, perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas normal (Hawari, 2006).
Cemas memiliki dua
aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung dengan tingkat cemas, lama cemas
yang dialami, dan seberapa baik individu melalukan koping terhadap cemas. Cemas
dapat dilihat dalam rentang ringan, sedang, dan berat. Setiap tingkat
menyebabkan perubahan emosional dan fisiologis pada individu (Videbeck, 2008).
Kecemasan merupakan
respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh
semua mahluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman
subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta
merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Kecemasan pada
individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber
penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup.
Kecemasan berbeda
dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya objek atau sumber
yang spesifik dan dapat diidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu (Suliswati dkk,2005).
b.
Respon Fisiologis dan Psikologis
Terhadap Cemas
Respon sistem saraf
otonom terhadap rasa takut dan cemas menimbulkan aktivitas involunter pada
tubuh yang termasuk dalam pertahankan diri. Serabut saraf simpatis “mengaktifkan” tanda-tanda vital pada setiap tanda
bahaya untuk mempersiapkan pertahanan tubuh. Kelenjar adrenal melepas adrenalin
(epinefrin), yang menyebabkan tubuh mengambil lebih banyak oksigen, mendilatasi
pupil, dan meningkatkan tekanan arteri serta frekuensi jantung sambil membuat
kontriksi pembuluh darah perifer dan memirau darah dari sistem gastrointestinal
dan reproduksi serta meningkatkan glikogenolisis menjadi glukosa bebas guna
menyokong jantung, otot, dan sistem saraf pusat. Ketika bahaya telah berakhir,
serabut saraf para simpatis membalik proses ini dan mengembalikan tubuh ke
kondisi normal sampai tanda ancaman berikutnya mengaktifkan kembali respon
simpatis.
Cemas menyebabkan
respons kognitif, psikomotor dan fisiologis yang tidak nyaman, misalnya
kesulitan berpikir logis, peningkatan aktivitas motorik agitasi, peningkatan
tanda-tanda vital. Untuk mengurangi perasaan tidak nyaman ini, individu mencoba
mengurangi tingkat ketidaknyamanan tersebut dengan melakukan perilaku adaptif
yang baru atau mekanisme pertahanan. Perilaku adaptif dapat menjadi hal yang
positif dan membantu individu beradaptasi dan belajar. Respon negatif terhadap
ansietas dapat menimbulkan perilaku maladaptif. Cemas dapat disampaikan dari
satu individu kepada individu lain melalui kata-kata, selain itu cemas dapat
disampaikan secara non verbal melalui empati, suatu kesadaran menempatkan diri
pada posisi orang lain untuk beberapa waktu.
Ketika individu dewasa
menjadi cemas, mereka menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengurangi rasa
cemas. Mekanisme pertahanan merupakan distorsi kognitif yang digunakan oleh
seseorang untuk mempertahankan rasa kendali terhadap situasi, mengurangi rasa
tidak nyaman, dan menghadapi situasi yang menimbulkan stres (Videbeck, 2008).
c.
Tingkat Cemas
Menurut Peplau (1952 cit Videbeck 2008), menyebutkan ada tiga
tingkat ansietas (cemas) yaitu:
1.
Kecemasan ringan
Adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang
berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan
membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah,
berfikir, bertindak, merasakan dan melindungi dirinya sendiri.
2.
Kecemasan sedang
Adalah perasaan yang mengganggu bahwa
ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
3.
Kecemasan berat
Kecemasan
berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda dan ada
ancaman; individu memperlihatkan respon takut dan distres (Videbeck, 2008).
d.
Teori Cemas
Ada dua teori yang menyumbang teori
tentang kecemasan yaitu:
1.
Teori Biologi meliputi :
a.
Teori Ginetik
Cemas dapat memiliki komponen yang
diwariskan karena kerabat tingkat pertama individu yang mengalami peningkatan
ansietas memiliki kemungkinan lebih tingi mengalami ansietas. Insiden gangguan
panik mencapai 25% pada kerabat tingkat pertama, dengan wanita dua kali lipat
lebih besar daripada pria. Kembar monozigot memiliki concordance lima kali lebih basar dari pada kembar di zigot.
b.
Teori Neurokimia
Asam
Gama Amino Butirat (GABA) merupakan neurotransmiter asam
amino yang diyakini tidak berfungsi pada gangguan cemas. Suatu neurotransmiter
inhibitor, berfungsi sebagai agen cemas alami tubuh dengan mengurangi
eksitabilitas sel sehingga mengurangi prekuensi bangkitan neuron disebut Asam Gama Amino Butirat (GABA). GABA
tersedia pada sepertiga sinaps syaraf, terutama sinaps di sistem limbik dan
lokus seruleus, tempat neurotransmiter
nor epinefrin diproduksi, yang menstimulasi sel. Karena GABA mengurangi cemas
dan nor epinefrin meningkatkan cemas, diperkirakan bahwa masalah pengaturan
neurotransmiter dapat menimbulkan gangguan ansietas.
2.
Teori
Psikodinamik
meliputi :
a.
Teori Psikoanalitik
Freud (1936 cit
Videbeck 2008), memandang cemas alamiah seseorang sebagai stimulus untuk
perilaku. Mekanisme
pertahanan sebagai upaya manusia untuk mengendalikan kesadaran terhadap
ansietas. Misalnya jika seseorang memiliki pikiran dan perasaan yang tidak
tepat sehingga meningkatkan cemas, ia merepresi pikiran dan perasaan tersebut. Represi adalah proses
penyimpanan impuls yang tidak tepat ke alam bawah sadar sehingga impuls
tersebut tidak dapat diingat kembali.
Semua
perilaku memiliki makna, gejala-gejala ansietas menandakan represi yang tidak
lengkap. Individu yang mengalami gangguan ansietas diyakini menggunakan secara
berlebihan salah satu atau pola tertentu dari beberapa mekanisme pertahanan,
yang menempatkan individu tersebut pada salah satu tahap perkembangan
psikoseksual Freud.
Ada
dua tipe kecemasan yaitu kecemasan primer dan kecemasan subsekuen:
1)
Kecemasan Primer
Kecemasan
traumatik yang diawali saat bayi akibat adanya stimulasi tiba-tiba dan trauma
pada saat persalinan, kemudian berlanjut dengan kemungkinan tidak tercapainya
rasa puas akibat kelaparan atau kehausan. Penyebab kecemasan primer adalah
keadaan ketegangan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor eksternal.
2)
Kecemasan Subsekuen
Sejalan
dengan peningkatan ego dan usia, Freud melihat ada jenis kecemasan lain akibat
konflik emosi di antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Freud
menjelaskan bila terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai pengembang id dan
superego berada pada kondisi bahaya (Suliswati dkk, 2005).
b.
Teori Interpersonal
Harry Stack Sullivan (1952 cit Videbeck 2008), berpendapat bahwa cemas
timbul dari masalah-masalah dalam hubungan
interpersonal. Cara mengkomunikasikan cemas dari individu yang satu kepada
individu yang lain disebut empati.
cemas
yang ditunjukan oleh bayi atau anak dapat mengakibatkan disfungsi, misalnya
kegagalan untuk mencapai tugas perkembangan yang sesuai dengan usia. Semakin
tinggi tingkat ansietas, semakin rendah kemampuan individu untuk
mengomunikasikan dan menyelesaikan masalah dan semakin besar pula kesempatan
untuk terjadi gangguan ansietas. Manusia berada dalam aspek interpersonal dan
fisiologis. Oleh karena itu, perawat dapat dengan lebih baik membantu klien
untuk sehat dengan memperhatikan kedua area tersebut, Peplau (1952 cit Videbeck 2008).
c.
Teori Perilaku
Cemas sebagai sesuatu yang dipelajari
melalui pengalaman individu. Sebaliknya, perilaku dapat diubah atau “dibuang”
melalui pengalaman baru. Ahli teori perilaku percaya bahwa individu dapat
memodifikasi perilaku maladaptif tanpa memahami penyebab perilkau tersebut.
Mereka menyatakan bahwa perilaku yang mengganggu, yang berkembang dan
mengganggu kehidupan individu dapat ditiadakan atau dibuang melalui pengalaman berulang yang dipandu oleh seorang
ahli terapi terlatih (Videbeck, 2008).
4. Keluarga
a.
Defenisi Keluarga
Keluarga merupakan dua
orang atau lebih yang disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan emosional serta
yang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2010). Status
sehat atau sakit anggota keluarga akan saling mempengaruhi keseluruhan keluarga
dan interaksinya. Karena itu, pengaruh status sehat atau sakit terhadap
keluarga dan dampak status sehat atau sakit keluarga saling terkait. Keluarga
cenderung menjadi pemicu masalah kesehatan anggotanya dan sekaligus menjadi
pelaku dalam menentukan masalah kesehatannya. Menurut Campbell (2000) cit Friedman( 2010) , keluarga beperngaruh besar pada kesehatan fisik anggota
keluarganya. Selain itu keluarga cenderung terlibat dalam pengambilan keputusan
dan proses terapi pada setiap tahapan sehat dan sakit anggota keluarga.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Kecemasan Keluarga Pasien
Faktor
yang mempengaruhi tingkat kecemasan meliputi:
1.
Umur
Menurut
Elisabeth, B.H, (1995 cit Nursalam
2001), yaitu umur adalahusia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai saat berulang tahun. Pendapat lain mengemukakan bahwa semakin cukup
umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berfikir dan bekerja dari segi kepercayaan masyarakat. Menurut Long (1996 cit Nursalam 2001), yaitu semakin tua umur
seseorang semakin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang
dihadapi. Semakin muda umur seseorang dalam menghadapi masalah maka akan sangat
mempengaruhi konsep dirinya. Umur dipandang sebagai suatu keadaan yang menjadi
dasar kematangan dan perkembangan seseorang.
2.
Pendidikan
Pendidikan
kesehatan merupakan usaha kegiatan untuk membantu individu, kelompok dan masyarakat
dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk
mencapai hidup secara optimal.
Makin
tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi, sehingga makin
banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Jadi dapat di asumsikan bahwa faktor
pendidikan sangat bepengaruh terhadap tingkat kecemasan seseorang tentang hal
baru yang belum pernah dirasakan atau sangat berpengaruh terhadap perilaku
seseorang terhadap kesehatannya.
3.
Pekerjaan
Pekerjaan
adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan
kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan tetapi lebih banyak
merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan
(Nursalam 2001).
5. Unit Perawatan Kritis (ICU/ICCU)
a.
Definisi
Unit perawatan kritis
(ICU/ICCU) adalah merupakan unit perawatan khusus yang membutuhkan keahlian
dalam penyatuan informasi, membuat keputusan dan dalam membuat prioritas,
karena saat penyakit menyerang sistem tubuh, sistem yang lain terlibat dalam
upaya mengatasi adanya ketidakseimbangan. Esensi asuhan keperawatan kritis
tidak berdasarkan kepada lingkungan yang khusus ataupun alat-alat, tetapi dalam
proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemahaman yang
sungguh-sungguh tentang fisiologik dan psikologik (Hudak & Gallo, 1997).
Adapun beberapa kriteria pasien yang
memerlukan perawatan di ICU menurut adalah:
1.
Pasien berat, kritis, pasien tidak
stabil yang memerlukan terapi intensif seperti bantuan ventilator, pemberian
obat vasoaktif melalui infus secara terus menerus, contoh gagal nafas berat,
syok septik.
2.
Pasien yang memerlukan pemantauan
intensif invasive atau non invasive sehingga komplikasi berat
dapat dihindari atau dikurangi, contoh paska bedah besar dan luas, pasien
dengan penyakit jantung, paru, ginjal, atau lainnya.
3.
Pasien yang memerlukan terapi intensif
untuk mengatasi komplikasi akut, sekalipun manfaat ICU sedikit, contoh pasien
dengan tumor ganas metastasis dengan komplikasi, tamponade jantung, sumbangan
jalan nafas.
Sedangkan pasien yang tidak perlu masuk
ICU adalah:
1.
Pasien mati batang otak (dipastikan
secara klinis dan laboratorium).
2.
Pasien yang menolat terapi bantuan
hidup.
3.
Pasien secara medis tidak ada harapan
dapat disembuhkan lagi, contoh karsinoma stadium akhir, kerusakan susunan saraf
pusat dengan keadaan vegatatif.
Casinos near Trump International Hotel, Casino & Spa - Mapyro
BalasHapusCasinos Near Trump International 태백 출장안마 Hotel, Casino & Spa. View real-time reviews, 남원 출장샵 photos and ratings 오산 출장샵 of 창원 출장샵 casinos and 원주 출장마사지 other local businesses.